Sunday, 13 March 2016

ABOUT COOKING


Hal yang terbersit dalam pikiran saat mendengar mendengar kata memasak pastilah makanan, dapur dan tukang masak. Kalau saya, kata yang akan keluar jika mendengar kata masak adalah interesting. Akhir-akhir ini, dunia kuliner, juru masak dan chef mendapat sorotan atau nilai gengsi yang lumayan tinggi dibanding dulu. Senang lah, pada akhirnya orang-orang semakin melek dengan pekerjaan Chef. Banyak juga yang latah, ikut-ikutan trend karena pekerjaan memasak saat ini semakin dilirik orang, padahal skill aja nggak punya. Lima tahun yang lalu, pekerjaan seorang koki atau juru masak dipandang sebelah mata. Memasak dianggap sebagai pekerjaan rendahan dan kasar. Pekerjaan pembantu gitu loh. Apa sih susahnya masak, semua orang juga bisa ? Masak air maksudnya kali yaa ... He he he. Sains dan kerja kantoran dianggap lebih terhormat, bukan pekerjaan tiyang wingking alias orang-orang di belakang. Saya sering melihat anak muda punya skill memasak, tapi nggak boleh masak sama ortunya apalagi laki-laki, takut dikira banci.

Meski wanita memiliki kodrat sebagai penghuni dan penguasa dapur, faktanya, dunia masak memasak sejak jaman dulu didominasi oleh kaum pria dan mereka juga tidak menjadi banci. Alasan yang paling mendasar adalah mereka memiliki sifat yang lebih stabil dibandingkan wanita. Mereka tidak mengalami PMS layaknya wanita, yang mudah mengalami gangguan emosional dalam hal apapun alias baper. Gue banget nih … LoL. Disamping itu, peralatan dapur yang digunakan cenderung berukuran besar dan berat. Tentunya, tenaga pria lebih banyak diandalkan dalam hal ini ketimbang wanita. Asal tahu aja, badan dan tangan saya selalu penuh tempelan koyo kalau habis masak secara marathon.

Banyak yang mengira kalau Chef itu sama dengan Koki. Iya sih sama, sama-sama bergelut dengan pisau dan panas. Bedanya kalau Chef itu lebih luas jangkauannya. Setelah lulus dari sekolah memasak pun seseorang belum bisa disebut Chef, kecuali kalau dia terjun di bidang kuliner dan memasak sendiri makanan yang disajikan untuk tujuan komersial. Seorang Chef harus ahli dalam hal anggaran, menentukan menu, kualitas bahan, pengolahan dan penyajian. Bukan hanya untuk satu atau sepuluh orang aja, tapi banyak orang. Kalau koki hanya sebatas memasak aja. Seorang chef harus menguasai metode memasak, memiliki jiwa seni dalam memasak serta dapat mengolah makanan secara higienis. Dan yang lebih penting, bermental tangguh, mau terus belajar dan siap menerima kritikan. 

Kita bisa melihat kalau ada seorang dengan pendidikan tinggi tiba-tiba ganti karier, meninggalkan pekerjaannya karena ikut kompetisi master chef atau membuka usaha di bidang kuliner. Semua orang boleh berpikir kalau mereka bisa masak, segampang menjentikkan jari kelingking ... keciil. Kan banyak resep bertebaran, tinggal googling atau membaca di majalah, pasti bisa. Padahal kenyataannya, banyak resep yang beredar itu abal-abal alias ngawur. Dan tidak semua orang bisa menginterpretasikan sebuah resep. Makanya banyak pembaca resep yang gagal dalam praktek atau usaha kulinernya bangkrut karena masakannya gagal diterima kebanyakan orang. Kalau sudah begitu baru tahu ternyata masak sekaligus menjalankan usaha itu nggak gampang sama sekali. Tidak secara instan dan it's not easy. Menjadi seorang Chef itu very-very hard work, dari kepala sampai ke kaki. Tidak ada kata hari libur kecuali kalau mereka meliburkan diri dari kegiatan memasak, kayak pemilik blog ini nih … LoL. 

Saat ini banyak pendidikan yang menawarkan basic kuliner. Tapi faktanya, tidak semua chef berasal dari sekolah kuliner, termasuk saya. Dan tidak semua lulusan sekolah kuliner itu jago masak atau masakannya pasti enak. Meski bukan lulusan sekolah kuliner, masakan yang dihasilkan juga tak kalah enak, bahkan sering menjadi buruan. Sebut saja, Ina Garten, Tom Collicchio, Jamie Oliver, Bara, Juna dan lain-lain. Tapi umumnya nih, mereka yang lihay memasak itu memang sudah dari sononya sudah punya DNA memasak dan punya guru atau mentor terdekat, seperti ibu dan nenek. Merujuk dari buku yang berjudul Professional Cooking oleh Wyne Gisslen, dalam buku itu disebutkan, ijazah tidak akan membuat anda menjadi seorang Chef dan anda baru bisa disebut sebagai juru masak setelah memasak ribuan kali. Nah, lo, meskipun sudah punya natural talent, tetap saja perlu pengalaman dan jam terbang yang tinggi, karena seorang Chef itu harus bisa menciptakan resep-resep baru. Menghasilkan masakan yang lezat, enak dilihat serta sehat itu membutuhkan keahlian dan pengetahuan mengenai kuliner yang mendalam. Perlu waktu bertahun-tahun dan tidak sekedar asal bisa memasak atau membuat kue aja.

Perjuangan ekstra keras, kesabaran yang tinggi dan pikiran yang jernih. Mulai dari memadukan resep, menakar bahan, mengolah, tata cara penyajian, hingga tata cara makan hampir semuanya bermula di sini. Seseorang harus punya passion dan punya skill. Punya passion aja tapi nggak ada skill ya percuma. Perlu belajar secara kontinyu, pengalaman bertahun-tahun, praktek dan kreatifitas yang tinggi. Itu belum termasuk pengorbanan fisik saat beradu dengan pisau dan panas. Sudah tidak terhitung, berapa kali tangan saya melepuh, muka kecipratan minyak, jari berdarah-darah dan lidah kepanasan saat mencicipi makanan. Belum lagi tangan yang kesleo, pengorbanan lahir batin banget.

Dulu, sewaktu masih berumur 5 tahun, saya hanyalah seorang anak kecil yang hobi mengumpulkan resep masakan dari majalah Kartini dan Sarinah milik ibu saya. Booklet resep yang ditaruh ditengah-tengah halaman majalah itu saya cabut dan sampai sekarang masih saya simpan, sering saya baca juga. Pada saat itu saya juga tidak pernah berpikir kalau nantinya bakalan terjun di bidang kuliner. Sudah menjadi suratan takdir kali yaa … he he he. Memang sih, keluarga saya punya DNA tukang masak, mulai dari nenek buyut saya, nenek saya dan Ibu saya. Mungkin cuma ibu saya yang mengenyam pendidikan tata boga alias kuliner. Nah, ini nih yang terbalik, ibu saya lulusan sekolah kuliner tapi tidak menjadi Chef, cuma koki aja. Ibu saya tidak pernah mau menciptakan resep baru, tidak mau memakai bahan-bahan dan makanan lain, misalnya dari luar daerah atau luar negeri, pokoknya Jawa maniak-lah. Soal anggaran, menu, serving dan segala tetek bengek lainnya, saya yang mengatur. Pun kalau di TV ada acara memasak memakai bahan yang menurutnya agak aneh, saya yang dipanggil, disuruh melihat. 

Saya sendiri tidak ingat persis-nya, sejak kapan saya mulai lihay memasak. Yang saya ingat, masakan pertama yang saya buat adalah es janggelan alias cincau hitam. Bukan masakan ya, lebih tepatnya dessert. Sekitar umur 6 tahunan lebih dikit lah. Es cincau itu memakai santan, gula jawa dan perasan jeruk nipis. Sesuai dengan pengamatan saat melihat nenek saya membuatnya. Tapi ada kesalahannya, santan yang seharusnya segar tapi malah saya rebus. Rasanya sih sama, cuma kurang manis dan lebih cenderung ke kolak cincau daripada es cincau. Maklum aja, anak kelas 1 SD, pengamatan kurang jeli. 

Setelah itu saya nggak pernah coba-coba masak lagi, paling banter bikin sambal untuk dimakan sendiri atau rujakan sama teman-teman main. Lebih cenderung jadi pengamat, misalnya mengamati Ibu teman saya yang jualan peyek dan lempeng singkong ( opak ) waktu masih tinggal di Yogya. Saya amati betul bagaimana cara membuatnya dan Alhamdulillah, sampai sekarang masih bisa saya ingat. Waktu SMP kelas III di Blora, juga ada pelajaran PKK dan ada praktek memasaknya juga, tapi lebih seringnya sih ngalah dan diam aja soalnya ada teman yang judes banget, merasa sok jago masak. Resep ibunya yang paling bener di dunia, padahal menurut guru PKK, salah kejadian tuh resep … he he he. Juga pada saat kuliah, teman-teman tahunya saya lebih banyak menjadi tukang dolan dan penggiat kuliner alias si tukang jajan daripada tukang masak. Mungkin banyak yang kaget, apalagi waktu itu saya tidak pernah memperlihatkan minat dan keahlian di bidang kuliner. Kalau sekarang ada yang mencibir, saya mah maklum aja, yang tidak tahu, biarkanlah tidak tahu. Iya nggak ?

Padahal sebenarnya pada waktu kuliah itulah, saya mulai di training sama nenek saya, diajari dasar-dasar memasak, membuat kue, menakar bahan dan merasakan makanan. Ini yang paling penting, mengasah indra perasa alias kemampuan mencicipi suatu masakan dan bahan apa saja yang digunakan. Tiap orang bisa memasak namun teknik dan indra perasa bukanlah suatu kebiasaan melainkan hal yang harus dipelajari bertahun-tahun dengan susah payah. 

Dari nenek saya banyak belajar, mungkin karena nenek saya hidup di jaman kolonial makanya lebih banyak tahu tentang makanan dalam dan luar daripada ibu saya yang notabene jebolan sekolah kuliner. Jujur, kalau memasak dan membuat kue, meskipun ada perbandingannya, saya jarang sekali memakai timbangan kecuali kalau membuat cake. Sama seperti nenek saya, ukuran yang saya pakai adalah ukuran alam alias tangan saya sendiri. Jadi, main feeling aja. Begitu juga dengan menginterpretasikan resep. Kalau kita terpaku pada satu resep, maka kita tidak bisa berpikir out of box, jadinya cuma kesitu-situ aja. Nenek saya bilang, nek moco resep kuwi, enték omah enték alas. Maksudnya pikiran kita jadi tidak kreatif dan pastinya boros di bahan karena biasanya si penulis resep hanya menunjukkan sisi baiknya aja. Membuat resep dengan bahan-bahan keluaran swalayan besar. Kalau bahan yang digunakan bagus sudah pasti rasanya enak. Tantangan memasak sebenarnya itu bahan minimal dan mudah didapat disekitar tapi rasa maksimal. Karena tidak semua orang bisa membeli bahan dengan kualitas A, misalnya mentega bermerk, coklat bermerk atau bahan lainnya. Pelajaran seperti itu yang tidak bakalan didapatkan di sekolah kuliner atau kursus memasak manapun. Disana cuma diperlihatkan bahan dengan kualitas bagus, diajarkan tehnik memasak dan skill-nya aja. Soal tips atau cara mengatasi kegagalan dalam memasak dan yang lainnya, harus belajar otodidak dan pinter-pinter mengamati alias nyuri resep dari Chef yang jadi mentor. Itu kata anak-anak SMK yang nge-kos dirumah nenek saya saat magang di hotel Sahid Jaya … LoL. 

Dulu, awalnya saya belajar membuat kue semprit, setelah itu meningkat ke kue basah atau cake lalu ke main course. Bahan-bahan yang dipakai tidak menggunakan pengawet, pewarna dan bahan kimia. Peralatan yang digunakan juga tradisional, balloon whisk jadul, loyang dan otang alias oven tangkring, itu oven yang nangkring diatas kompor minyak. Ballon whisk jadul inilah yang menjadi ujian terberat dan bikin tangan pegel linu. Meskipun dirumah nenek ada mixer, katanya sih tukang kue itu harus lihay mengocok telur dengan tangannya sendiri. Setelah itu semua mengalir seperti air, saya bisa memasak makanan tradisional, membuat selai, meramu resep dan mengenali bahan-bahan berkualitas bagus. Peralatan yang saya gunakan juga semakin bertambah. Yang awalnya cuma mixer Phillip, oven tangkring Bima dan satu buah loyang kue kering, sekarang dua lemari besar sudah untel-untelan, penuh sesak.

Order pertama datang ke saya tahun 1997, snackbox 250 buah, untuk acara di kampung tempat saya KKN. Modal nekat dan tekad sih, sebenarnya. Saat itu masih ada nenek dan bude saya, jadi dulu nggak sendirian gitu, ada yang membantu. Snackbox saya kasih label Zahra, nama nenek saya dan sekarang sudah menjadi brand Catering. Setelah nenek saya meninggal, saya sama bude yang menjalankan. Karena banyaknya order kue kering setiap lebaran, tahun 2004, saya berpikir untuk mengembangkan ke pastry dan bakery. Yang ini dengan nama saya sendiri. Sejak tahun 2008, semua label saya sudah mendapatkan sertifikasi dari Depkes. Jam terbang saya di bidang pastry lebih banyak di bandingkan di bidang main dish karena disitu ada ahlinya makanan tradisional yaitu ibu saya. So, I am the only one Pastry Chef in my family ...he he he.

Sama hal-nya dengan menulis novel, cerpen atau novelette, memasak bagi saya adalah suatu perjalanan hidup dan bukan untuk mencari sensasi ataupun popularitas. Ada juga yang mengatakan hanya ikut-ikutan, sok pamer makanan berbahasa Inggris atau kebarat-baratan, waduh ... nggak banget yaa. Asal tahu aja, kebanyakan panduan memasak itu berbahasa Inggris dan Perancis. Seorang Chef itu harus mengerti minimal bahasa Inggris, harus mau mempelajari kuliner negara lain, mencoba semua makanan dan buat saya yang terpenting adalah halal. Ada banyak Chef yang belajar memasak secara otodidak dan kini terkenal sebagai chef handal. Restorannya pun mendapat banyak pujian dari para kritikus makanan. Yang pasti punya tekad kuat, tahan kritikan, selalu mempunya ide-ide baru, belajar tanpa henti, tidak pernah bosan dalam berusaha dan tidak menganggap remeh masakan orang lain. 

Memang sih, membutuhkan tahunan pengalaman. Lamban tidak masalah, yang penting pasti dalam meraih mimpi. Hidup saya adalah menulis dan memasak. Kalau pada akhirnya apa yang saya tekuni ini menjadi besar, banyak orang menyukai tulisan dan masakan saya, Alhamdulillah wa syukurillah. Pun, bila orang tidak menyukainya, tidak menjadi masalah buat saya. Saat menulis dan memasak, hal yang saya pikirkan hanya bagaimana menghasilkan makanan atau kue yang enak, membuat resep baru yang mudah diaplikasikan dengan harga yang terjangkau. Yang pasti, saya tahu kemana arah yang saya tuju. Karena ilmu yang saya dapat gratisan, Inshaallah saya akan terus berbagi resep dan tips dengan Anda semua. Resep bisa dicopy paste kok, kecuali gambar-gambar saya kasih label karena yang ini saya belum rela. Minta yang ori boleh sih asal ada royalti-nya, just kidding … he he he. Semoga blog ini bermanfaat bagi Anda semua ... Aamiin.

Have a nice day …



Friday, 11 March 2016

KUE MENDUT ( STICKY BALLS STEAMED, GLUTEN FREE )

 

Kue tradisional Jawa ini mempunyai ciri khas warna hijau dengan siraman vla santan. Kuah santan dengan aroma pandan inilah yang bikin enak. Dinamakan Mendut mungkin karena rasanya kenyal ketika digigit atau mendut-mendut gitu … he he he. Jajanan homemade yang dewasa ini semakin langka tapi masih banyak dijumpai setiap pasar tradisional di Solo. 

Kue yang dibuat dari tepung ketan dengan isi kelapa muda parut, disiram santan, dibungkus dengan daun pisang lalu dikukus. Saya sebut vla santan soalnya ada unsur tepung berasnya sedikit untuk mengentalkan kuahnya. Kali ini saya membuat resep kue Mendut manis tapi tidak memakai gula pasir alias memakai gula diet. Gluten free, karena memang tidak memakai tepung terigu. Jadi cocok untuk penderita diabetes dan yang sedang menjalankan diet. Tapi kalau makannya kebanyakan, ya sami mawon tuh, meningkatkan asupan kalori … LoL. 

Dua minggu terakhir, saya memang getol bikin makanan dengan pembungkus daun pisang. Sekedar memanfaatkan sumber daya aja, selagi orang lain membeli, saya dapat daun pisangnya gratis alias ngambil di tempat nenek saya. Tapi tidak semuanya saya bungkus pakai daun pisang, ada juga yang saya buat dengan versi Chef. Rasa dan bentuknya sama, cuma beda tampilannya aja. Si Mendut jadi lebih cantik. Saya share resepnya yaa … 

Bahan: 
~ 125 g tepung ketan 
~ 25 g tepung kanji 
~ 100 ml santan 
~ 1/2 sdt garam 
~ 2 tetes pewarna hijau 
~ 2 tetes pewarna merah jambu 
~ daun pisang untuk membungkus 

Bahan isi: 
~ ¼ butir kelapa muda, parut sunggar atau memanjang 
~ 1 ½ sendok makan gula diet 
~ ½ sendok teh garam 
~ Campurkan semua bahan untuk isian diatas sampai rata 

Bahan vla santan: 
~ 5 lembar daun pandan, iris kotak-kotak 
~ 150 ml santan 
~ 1 sendok makan tepung beras 
~ 2 sendok teh gula diet 
~ ¼ sendok the garam 
~ Campurkan semua vla santan bahan diatas, aduk hingga rata 


Cara membuat : 
~ Campur tepung ketan, tepung kanji dan garam, aduk rata. 
~ Tambahkan santan sedikit demi sedikit, uleni dengan tangan hingga kalis dan tidak lengket. 
~ Bagi adonan menjadi 2 bagian, masing-masing beri pewarna hijau dan merah muda. 
~ Uleni masing-masing hingga rata 
~ Pulung adonan sebesar bakso, pipihkan, isi dengan isian kelapa, bulatkan, ulangi sampai adonan habis ( 15 butir hijau, 15 butir merah jambu ) 
~ Ambil selembar daun pisang, beri bulatan adonan hijau dan merah jambu, siram dengan 2 sendok makan vla santan. 
~ Bungkus dengan rapi, ulangi hingga semua adonan habis, lalu dikukus. 
~ Kukus kue mendut selama kurang lebih 15 menit hingga matang. 
~ Angkat, sajikan. 


NOTES : 
* Gula diet bisa diganti dengan gula pasir dengan komposisi 2 sendok makan untuk isi dan 1 sendok makan untuk vla santan 
* Kalau tidak ada daun pisang, bungkus bisa menggunakan plastik bening atau cup agar-agar atau cetakan pudding 



HAPPY COOKING … 

Tuesday, 1 March 2016

SOLO CULINARY


Di jaman dahulu, Kota Solo adalah ibukota Kerajaan Mataram. Sejak didirikan oleh Panembahan Senopati, ibukota Kerajaan Mataram berpindah-pindah mulai dari Kotagede, Kerta, Plered, Kartasura dan lalu di Desa Sala yang pada tahun 1745 yang secara resmi dinamakan Surakarta atau Solo.

Sejak saat itu berkembanglah seni musik, seni tari, seni wayang, seni batik dan tidak ketinggalan, seni kuliner. Makanan Solo identik dengan citarasa pedas, gurih dan manis. Citarasa gurih dipengaruhi oleh banyaknya pohon kelapa di daerah tropis. Demikian pula citarasa manis dipengaruhi oleh rasa buah-buahan tropis. Secara khusus citarasa manis dalam seni kuliner Solo dan Yogyakarta sangat kuat terbentuk dengan keberadaan perkebunan tebu di sekitar Solo dan Yogya pada masa kolonial Belanda. 

Saat ini, Solo sudah bertransformasi jadi wilayah dengan kemajuan pesat namun tidak meninggalkan tradisinya. Dulu semboyan kota Solo adalah Berseri, singkatan dari Bersih, Sehat, Rapi dan Indah. Sekarang slogannya bertambah, The Spirit of Java. Tidak sedikit yang bilang kalau Solo kota yang nyaman dihuni karena ketenangan kotanya. Yang paling dicari dari penggiat kuliner adalah makanan khasnya. Kuliner Solo kental dengan citarasa akulturasi, Arab, India, Cina dan Eropa. Disamping sebagian penduduknya adalah keturunan Arab dan Cina. Mereka yang pernah tinggal atau berwisata kuliner di Solo bisa merasakan nikmatnya perpaduan citarasa pedas, gurih dan manis itu. 

Yang pasti, setiap makanan tradisional punya cerita dan berhubungan erat dengan kebudayaan setempat. Ini yang membuat menikmati kuliner di suatu tempat bukan hanya soal mengunyah dan menelan makanan saja tetapi juga mencicipi sejarah di balik kuliner itu. Dan kuliner Solo tidak hanya beragam dan enak tapi juga punya nilai historis. Setiap makanan juga ada pakem-pakemnya alias jam keluar dan menu-menu itu tersaji secara bergantian 24 jam. Jadi tidak perlu heran kalau ada yang mengatakan Solo adalah Texas-nya Indonesia, The city never sleep alias kota yang tak pernah tidur. Terlebih lagi warga kota Solo juga terkenal keplék ilat alias suka makan enak. 

Saran saya kalau mau wisata kuliner di Solo, jangan terlalu terpaku pada merk dagang atau tempat-tempat yang sudah terkenal. Disetiap sudut kota Solo banyak makanan terutama makanan tradisional. Jadi kalau mau icip-icip bisa dimana aja. Saya sendiri kalau makan tidak pernah memakai standart harus ke resto, mal atau hotel. Kalau mau makan ya makan aja, mau ndéprok di pinggir jalan atau duduk dibawah pohon. Apa aja saya icip-icip yang penting halal, maklum-lah tukang jajan jalanan … LoL. Karena, kuliahnya chef itu adalah makan, setelah itu dipraktekkan. Kalau ada yang kurang paling saya bungkus dan dirumah saya upgrade. Kayaknya nggak asik ya kalau tukang masak makan aja kok pilih-pilih, mentang-mentang bisa masak … he he he. Satu lagi, kalau mau bikin resep khas Solo, jangan pada ngawur ya, icip-icip dulu lalu coba bikin. Jadi googling resep aja nggak cukup, karena kuliner Solo itu biar kelihatannya sepele, mudah tapi ada kesulitannya juga, bukan hanya sekali dua kali makan, praktek dan posting. Kalau sudah lihay dan lidahnya peka, pasti tahu ramuan apa aja yang dipakai. 

Kalau ada yang mau wisata kuliner ke Solo, ini saya rekomendasikan makanan khas yang mungkin tidak Anda temui di daerah lain. Gambar sebagian punya saya sendiri dan dari berbagai sumber alias Googling.



TIMLO SOLO. 
Kalau di Yogyakarta Anda wajib mencicipi gudeg, Timlo menjadi kuliner wajib di Solo. Timlo bisa dengan mudah Anda temui di seluruh sudut kota Solo, timlo yang terkenal diantaranya Timlo Sastro dan Timlo Solo. Timlo itu seperti apa sih ? Timlo adalah makanan semacam sup ayam yang berisi wortel, ati ampela, kripik kentang, sosis solo dan daging ayam. Ada dua macam timlo, timlo gadon dan timlo lauk. Timlo lauk biasa disantap bersama nasi. Timlo gadon tidak dimakan dengan nasi karena lebih banyak alias ada tambahan isi seperti jamur kuping, sohun dan kapri. Harganya sekitar Rp. 5000 sampai Rp. 25.000. Jadi, monggo kerso panjenengan aja, mau pilih yang mana. Kalau mau ngirit lagi, ya bikin sendiri, resepnya pernah saya posting. 



THENKLENG
Tengkleng merupakan salah satu makanan khas Solo yang terbuat dari tulang iga, tulang kaki, kepala kambing dan jerohan. Masakan ini masih sejenis dengan gulai kambing, cuma tidak memakai santannya. Sehingga tengkleng terasa lebih ringan, segar dan menggigit karena kombinasi cabe rawitnya. Biasanya tengkleng disajikan dengan daun pisang yang dipincuk ( wadah yang terbuat dari tekukan daun pisang ). Tengkleng bisa digunakan sebagai lauk nasi atau hanya sebagai gadon ( dimakan tanpa nasi ). Untuk seporsi tengkleng dibandrol sekitar Rp. 15.000 beserta nasinya, namun para pembeli tidak terikat pada harga tersebut. Biasanya ada yang membeli Rp. 10.000 sampai Rp. 30.000 baik untuk dimakan di tempat maupun dibawa pulang. Makanan ini keluar sekitar jam 11 sampai jam 2 siang. Tidak bakalan ditemui kalau sudah lebih dari jam 4 sore.

Penjual thengkleng yang enak di Solo diantaranya Bu Edi gapura klewer, Yu Tentrem, Mbak Cilik, Mbak Diah, Dekat gapura Kleco, Bu Galak dan di Pasar Gede juga ada, di depan pintu masuk Barat dan di pintu belakang Utara. Penjual sate kambing di Solo umumnya juga menjual thenkleng, jadi bisa ditemui dimana aja. 


TONGSENG
Pasti banyak yang mikir kalau makanan ini adalah Tong dan Seng … he he he. Makanan ini terbuat dari irisan daging kambing dicampur dengan kuah gulai dan kubis. Rasanya enak karena dagingnya matang, tidak seperti sate kambing yang cenderung rare atau medium. Cocok dijadikan lauk. Rata-rata tongseng di seluruh wilayah Solo enak semua, jadi nggak perlu ragu-ragu kalau mau mencicipi makanan ini.

SATE BUNTEL
Sate Buntel adalah daging kambing cincang yang “ dibuntel ” atau dibungkus dengan lemak kambing. Sate ini kemudian dibakar layaknya sate pada umumnya. Sudah pasti rasanya enak dan empuk. Alternatif lain bagi penyuka daging kambing tapi sayang sama gigi … he he he. Cita rasa yang dihasilkan sangat enak. Paduan gurih, manis, dan sedikit pedas menjadikan mulut untuk ingin menyantap sampai habis. Cocoknya sate buntel dimakan bersama nasi dengansambal kecap, kubis dan bawang merah berbagai lalapan.

SATE KAMBING 
Anda pasti tahu sendiri jika melewati warung sate kambing di kota Solo dari baunya saja sudah terbayang betapa nikmatnya aroma-nya yang khas menyengat di hidung. Untuk sate kambing, sama seperti sate kambing di daerah lain pada umumnya, mungkin cuma bumbu dan cara mengolahnya aja yang beda. Sate kambing di seluruh wilayah Solo rata-rata enak. Sate kambing biasanya disajikan dengan nasi, sambal kecap, kubis dan acar. Diantaranya Tambak Segaran, Pak Manto dan daerah Pasar Kliwon. 

SEGO LIWET / NASI LIWET 
Di Solo menu ini menjadi sarapan sehari-hari dijual berkeliling menggunakan sepeda atau manggrok alias duduk di satu tempat. Dua panci digendong dan sambal goreng jepan-nya ditenteng dengan ketel. Keunikannya, masing-masing penjual punya daerah jualannya sendiri. Nggak ada peraturan tertulis sih, tapi semacam kode etik tahu sama tahu aja. Di tempat saya aja ada sekitar 20 penjual nasi liwet, semuanya berderet dipinggir jalan. Dan masing-masing juga punya fans sendiri-sendiri. Menu ini isinya nasi liwet ( kukus ) gurih dengan suwiran ayam kampung, sambel goreng jepan ( sayur labu ), telur kuning dan aréh ( santan kental padat ). Lebih enak kalau makannya pakai pincuk dan memakai suru ( sendok dari selembar daun ). Nah, yang ini nih, cuma wong Solo yang bisa makan pakai suru. Dan saya adalah salah satunya … LoL. Sendok ini tidak seperti sendok pada umumnya, hanya selembar daun pisang dengan lebar 3 atau 4 cm, ditekuk dan dijadikan sendok. Monggo, silahkan membayangkan, bagaimana rupa suru itu … he he he.

SELAT 
Kalau orang Solo biasa menyebut Selat aja tapi kalau dari luar kota menyebutnya Selat Solo. Selat berasal dari kata Slatjee yang merupakan bahasa Belanda yang berarti Salad. Selat Solo berisi potongan kentang, wortel, buncis, telur pindang coklat, ketimun, daun selada, serta daging sapi atau galantin, dilengkapi dengan mosterd, disiram dengan kuah dan ditaburi irisan bawang goreng. Perpaduan antara manis, asam dan juga gurih. Makanan ini umumnya keluar di siang hari sampai malam hari dan menjadi makanan wajib bagi warga kota. Jadi bisa ditemui mulai dari pasar, pinggir jalan, hotel, restoran dan resepsi perkawinan. Harganya pun bervariasi, mulai Rp.6000 sampai Rp. 25.000. Banyak selat yang terkenal diantaranya Selat Vien, Selat Mbak Lies, Selat Gajahan, Selat Kusuma Sari, Selat Mekar Sari. Tapi umumnya sih rasanya sama-sama enak. Kalau yang murah perbedaan pada rasa galantine-nya. 


TAHU KUPAT 
Kalau di Semarang namanya Tahu Gimbal dan di Blora namanya Tahu Lontong. Seperti kupat tahu pada umumnya yaitu perpaduan tahu dengan irisan lontong, kalau di jawa barat, Jakarta dan Magelang memakai tahu kuning, bumbu kacang dan krupuk. Tapi kalau di Solo memakai ketupat, tahu putih yang asli gurih, bumbu bawang putih dan kecap. Sepiring tahu kupat Solo terdiri dari ketupat, tahu goreng, mie kuning, bakwan, kol, dan tauge. Isian tersebut kemudian di guyur air bawang dan kuah kecap serta ditaburi irisan daun seledri dan bawang goreng. Jika menyukai cita rasa pedas, tinggal tambahkan irisan cabe rawit sesuai selera. Makanan ini sama seperti makanan yang lainnya, pating tlécék atau banyak sekali, di setiap sudut ada. Yang paling beken di selatan masjid Solihin, pasar Kembang, Kabangan, utara rel pasar Nongko. Yang keliling juga banyak. Harga yang dipatok sekitar Rp.6000 sampai Rp.7000


BRAMBANG ASEM 
Sejenis rujak tapi isinya sayuran. Dinamakan brambang asem karena sambalnya memang terbuat dari bawang merah bakar dan asam Jawa, lalu dicampur dengan gula merah. Sayurnya adalah daun Jlegor atau daun ubi rambat yang direbus. Yang bikin beda dari Brambang Asem adalah tempe gembusnya. Tempe gembus ini adalah tempe yang terbuat dari ampas tahu dan ampas kelapa. Orang-orang jaman dulu memang kreatif banget, untuk memenuhi kebutuhan dapur memaksimalkan bahan salah satunya mengolah ampas tahu menjadi makanan enak, meskipun tidak ada nilai gizinya. Menu ini bisa ditemui di pasar Gede, pasar Klewer, Sekaten, Stadion Manahan ( kalau pagi ), penjual keliling dan di pasar-pasar tradisional. Harganya sekitar Rp.3000- Rp.4000.


PECEL NDESO 
Pecel ndeso di Solo beda sama pecel-pecel di daerah lain. Isinya daun pepaya rebus diiris lembut, nasi beras merah, suwiran jantung pisang yang direbus, lalapan kemangi dan taoge mentah. Sambalnya tidak terbuat dari kacang tanah tapi dari kedelai dan wijen hitam. Pecel ndeso ini dinikmati dengan Karak ( krupuk beras goreng ). Disajikan dengan pincuk daun pisang. Banyak ditemui di pagi hari, di pinggir jalan, pasar tradisional, dijajakan keliling ataupun satu tempat seperti sekitar Manahan atau saat Car Free Day di hari Minggu. Harganya bervariasi, antara Rp.3000 - Rp.5000 

CABUK RAMBAK 
Cabuk rambak biasa dijajakan di kampung-kampung pada hari biasa. Saat perayaan Sekaten, sajian khas Kota Solo ini akan ditemukan di halaman Masjid Agung. Isinya hanya ketupat, karak dan sambal. Dijaman Ibu saya masih kecil, dinamakan Cabuk Rambak karena dulu penyajiannya dengan rambak sapi. Karena sekarang rambak sapi mahal, digantilah dengan karak. Cuma di hotel-hotel yang menyajikan dengan rambak. Cabuk rambak memiliki citarasa yang sangat khas karena bumbunya menggunakan wijen yang digoreng bersama santan kelapa, cabai, bawang putih, kemiri dan gula merah. Sambalnya pun ada dua macam, sambal cair dan sambal akas ( padat ). Cocok dijadikan makanan selingan karena tidak mengenyangkan. Penyajiannya sama dengan makanan khas Solo lainnya yaitu memakai pincuk dan cara makannya tidak memakai garpu, melainkan pakai biting alias lidi. Di semua tempat enak, seperti pasar Gede, pasar Kembang, pasar Nongko, pasar Klewer, depan pintu masuk Luwes. Harga yang ditawarkan sekitar Rp.2000-Rp.3000.


SATE KÉRÉ 
Sesuai dengan namanya "Kéré" dalam istilah orang jawa adalah orang miskin alias tidak mampu. Sate ini terbuat dari jerohan sapi, thetelan, tempe gembus dan tempe kedelai. Dibakar, lalu diberi sambal kacang tanah, ada yang pedas dan ada juga yang tidak. Di jaman colonial Belanda dulu, sate dagingnya untuk mereka dan sate gembusnya untuk orang-orang pribumi. Itulah kenapa dinamakan sate kéré. Saat ini sate gembus tidak hanya dinikmati oleh warga kéré aja, orang-orang kaya juga pada nyari sate ini … LoL. Sate kéré ini biasanya dijajakan keliling dengan disunggi ( diletakkan diatas kepala ). Warung sate kere yang paling terkenal di Solo adalah Warung Sate Kere Yu Rebi. Tepatnya, terletak di belakang Stadion Sriwedari Solo dan di Galabo. Buka setiap hari dari jam 11 pagi hingga jam 9 malam. Di pelataran Masjid Agung, Singosaren Mal dan Galabo juga enak. Harga yang ditawarkan seporsi antara Rp.10.000 – Rp.15.000

TAHU ACAR 
Orang luar kota Solo banyak yang tidak mengenal menu ini, padahal rasanya enak dan segar. Tahu acar isinya mie kuning, kubis iris, kacang tanah goreng, tahu goring potong dan acar. Disajikan dengan saus kecap manis dengan bumbu. Banyak dijual di seluruh pelosok kota dan rata-rata semuanya enak. Yang lumayan beken di Warung Selat Mbak Lies dan Bakmi Ramlan. Harga yang ditawarkan sekitar Rp.5000 - Rp.12.000.


BAKMI THOPRAK 
Kuliner ini masih terdengar asing bagi beberapa kalangan, padahal bakmi thoprak sudah menjadi kuliner tradisional yang khas di Kota Solo. Awal mulanya racikan bakmi dengan irisan daging sapi, cakwe, tahu, tempe, kubis, taoge, kacang goreng ditambah potongan sosis solo yang diguyur kuah kaldu daging sapi ini dikenal warga saat mereka tengah menonton pertunjukan Ketoprak di Taman Balekambang tahun 1970-an. Mereka makan sembari menonton grup ketoprak favorit mereka seperti Srimulat, maka dari itulah makanan ini lambat laun dikenal dengan nama Bakmi Thoprak. Di setiap sudut kota ada karena menu ini termasuk menu yang paling banyak dicari di siang hari. Harga yang ditawarkan sekitar Rp.5000 – Rp.15.000


GUDEG 
Kalau mendengar kata gudeg pasti ingetnya sama Yogya. Padahal di Solo ada gudeg juga lho. Dan katanya nih, gudeg Solo rasanya lebih pas dilidah. Kalau di Yogya memang identik dengan rasa manis dan kebanyakan menunya juga bercita rasa manis. Gudeg Adem Ayem salah satu gudeg yang beken di Solo. Rumah makan ini terkenal sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu dan masih tetap eksis sampai sekarang. Kalau sudah ngerasain gudeg ini pasti pada pengen balik lagi. Harganya juga ramah di kantong. Ada satu gudeg lagi yang lumayan beken, Gudeg Ceker Margoyudan, warung milik bu Kasno ini terletak di Jalan Monginsidi, tepatnya di sebelah barat SMA 1 Solo. Warung gudeg ceker bu Kasno berdiri sejak 1970-an, Cukup dengan Rp.15.000, sepiring nasi pulen dipadu gudeg, opor ayam, telur, dan ceker sudah pasti mengobati rasa lapar ketika jalan jalan di malam hari. Gudeg ini keluarnya jam 2 malem, kalau bulan Ramadhan cocok banget buat makan sahur. Cocok juga buat penggiat kuliner yang kelaparan di waktu Subuh … LoL.


SUP MATAHARI 
Bagi warga Solo tidak asing lagi dengan makanan yang satu ini. Sup ini juga terkenal sebagai Sup Manten alias disajikan saat resepsi pernikahan. Sup berbentuk bunga matahari ini kulitnya dari telur dadar dengan isi daging ayam cincang, wortel cincang, jamur kuping iris, jamur putih, jagung manis dan sosis sapi. Sering di berbagai acara di kota Solo. Mudah ditemui di pinggir jalan, warung kaki lima, resto atau penjaja makanan keliling. Secara umum rasa yang dimiliki sama dengan sup yang lain, baik itu sup jawa, sup penyon ataupun sup galantin. Namun yang membedakan adalah penyajiannya, dimana semua bahan dijadikan satu dalam dadaran telur dan dibentuk seperi bunga matahari. Harga yang ditawarkan sekitar Rp.3000 – Rp.6.000 per porsi.

BAKSO 
Siapa yang tidak mengenal Bakso? Banyak tukang bakso di kota manapun memberi embel-embel gerobak baksonya “ Solo ” atau “ Malang ”. Bakso Solo berbeda dengan bakso Malang yang dipenuhi banyak lauk tambahan berupa pangsit goreng, tahu, bakso kasar dan lainnya. Bakso Solo berupa bulatan daging sapi yang berukuran sedang dengan pelengkap bihun atau bakmi ditambah sawi hijau, pangsit goreng, daging kambangan ( sandung lamur / lemak ) dan babat. Ada juga bakso urat dan bakso rusuk atau iga. Yang terkenal di Solo, bakso Alex, bakso Remaja, bakso Klewer Pawiroredjo, bakso pak Ruk, bakso Sakir, bakso Kadipolo. Umumnya sih enak semua dan harga yang ditawarkan sekitar Rp.8.000 – Rp.15.000.


SOTO KUALI 
Warung soto sama banyaknya dengan warung bakso di Kota Solo. Orang jaman dulu sering menyebutnya Saoto. Umumnya Soto di Solo kuahnya bening dan dibuat memakai kuali baik itu soto ayam atau soto daging. Rasa enaknya sendiri relatif, sesuai dengan lidah masing-masing. Harga seporsi soto dari warung yang buka secara bergantian mulai pagi hingga malam hari ini dari Rp.5.000 rupiah - Rp15.000. Soto yang lumayan beken, Soto Triwindu, Soto Kirana, Soto Gading, Soto Hj. Fatimah, Soto Mbok Giyem. Dan soto yang dijajakan keliling rasanya juga top markotop … he he he.


BUBUR LEMU
Bubur ini berasal dari beras yang dimasak dengan santan sehingga menjadi bubur kental yang gurih. Lemu dalam bahasa Jawa berarti gemuk. Bubur Lemu Solo disajikan dengan sambel goreng krecek dan telur tahu terik. Tetapi, bisa juga disantap dengan tambahan lauk yang lain, misalnya sambel goreng kacang tholo, tahu tempe bacem, ati ampela, sambel tumpang dan gudeg. Ada juga yang dimakan dengan ketan bubuk juruh. Disetiap sudut kampung banyak yang jual dan harga yang ditawarkan sekitar Rp. 2.500-Rp.6000.


GARANG ASEM
Garang asem adalah lauk yang dimasak dengan cara dibungkus daun pisang dan dikukus ( digarang atau dipanaskan ). Isinya biasanya daging ayam, ati ampela dan usus ayam. Rasanya merupakan perpaduan gurih, asam, dan sedikit pedas. Garang Asem Solo pada umumnya menggunakan daging ayam sebagai isinya, entah ayam kampung maupun ayam negeri. Daging ayam bisa diganti dengan hati ampela atau uritan telur. Rasa gurih diperoleh dari santan, sedangkan rasa asam diperoleh dari belimbing wuluh. Rasa sedikit pedas diperoleh dari cabe rawit utuh dan rempah-rempah. Banyak ditemui dipagi hari di warung, penjual makanan pinggir jalan dan pasar tradisional. Harga yang ditawarkan sekitar Rp.5000 - Rp.7000


SERUNDENG 
Serundeng dibuat dari parutan kelapa yang digoreng atau di oven hingga kuning kecoklatan dengan bumbu-bumbu seperti bawang Bombay, bawang putih, bawang merah, ketumbar, kunyit, gula merah, asam jawa, daun salam, daun jeruk dan lengkuas. Serundeng di Solo ada dua macam, manis dan pedas. Rata-rata semua enak. Mudah ditemui di pasar tradisional, toko oleh-oleh, toko roti dan supermarket. Harga yang ditawarkan sekitar Rp.7.000 – Rp.12.000 per bungkus.

LENJONGAN
Lenjongan adalah jajanan pasar yang terdiri dari berbagai makanan, Gendar, Klepon, Sawut, Jongkong, Gatot, Getuk, Tiwul, Cenil, Klepon, Ketan hitam, Ketan putih, Jagung rebus (Grontol), Cethot ( gendar ketan ) lalu ditaburi parutan kelapa dan gula pasir atau gula merah cair. Untuk rasa, semua konten lenjongan ini memiliki kesamaan, chewy alias kenyal tapi empuk. Cara penyajiannya sesuai apa yang dipilih oleh pembeli kemudian atas ditaburi parutan kelapa dan ditaburi gula pasir yang halus atau pembeli ingin ditaburi gula merah cair juga bisa sesuai selera pembeli. Penjual Lenjongan Solo biasanya mangkal di pasar tradisional, di pinggir jalan dan di swalayan. Banyak juga ditemui di acara resepsi pernikahan, seminar hingga acara resmi di hotel. Kalau untuk resepsi dan acara di hotel, paket Lenjongan akan di tata rapi di tampah dan cara makannya memakai takir ( pincuk daun pisang berbentuk bundar ). Harga per porsi Rp 3.000. Murah apa mahal nih … he he he.

SEMAR MENDEM 
Semar Mendem adalah salah satu keleman khas Solo yang terbuat dari bahan utama ketan. Mirip dengan lemper tapi Semar Mendem bukanlah sekedar lemper biasa. Ketan dikukus dengan santan sehingga menjadi terasa gurih nikmat. Ketan kukus gurih tersebut diberi isi daging ayam cincang dan ditumis dengan bumbu lalu dibungkus rapi dengan telur dadar tipis. Disajikan dengan saus santan atau areh. Semua penjual makanan rata-rata menyediakan keleman ini, harganya sekitar Rp.1.500 – Rp.2.500. Terlalu, kalau ada yang bilang mahal … LoL.

MENTO
Kue mento adalah salah satu kue tradisional yang terbuat dari tepung terigu yang dibuat dadar dan diisi dengan daging cincang. Setelah dilipat seperti risoles kemudian disiram dengan santan kental dan dibungkus dengan daun pisang lalu dikukus. Banyak ditemui di pasar tradisional dan penjual tenongan keliling. Harganya sekitar Rp.2.000 - Rp.2.500



BALUNG KETHEK 
Balthek atau Balung Kethek dalam bahasa Indonesianya, tulang monyet. Tapi bukan tulang monyet beneran lho … he he he. Entah bagaimana awal mulanya sampai disebut dengan balung kethek. Menurut cerita yang pernah saya dengar, disebut balung karena kalau digigit kerasnya seperti balung atau tulang dan bikin kita menampakkan gigi seperti kethek atau monyet. Di Sumatra, makanan ini disebut Sanjay dan di Jakarta disebut keripik singkong. Terbuat dari singkong yang sudah dikukus, dibumbui lalu diiris tipis dengan bentuk stik pendek kemudian dijemur. Barulah di goreng dengan minyak panas sampai sampai kuning kecoklatan. Ada juga yang dilapisi gula merah atau hanya ditaburi dengan garam. Ada juga yang rasa pedas. Banyak dijumpai di warung, pasar tradisional dan penjual makanan kering. Harganya mulai dari Rp.1000 – Rp. 10.000 per bungkus.


INTIP 
Berjelajah wisata ke Solo tidak lengkap kalau tidak makan Intip. Dalam istilah Bahasa Jawa, intip adalah sebutan untuk kerak nasi. Di Solo, intip ini diolah menjadi makanan cemilan yang khas, crunchy dan gurih yang asli hasil dari kerak endapan nasi liwet dari dasar periuk yang di masak dengan kayu bakar. Salah satu ciri khasnya yakni taburan kinco atau gula jawa cair di atas gorengan atau taburan garam halus jika ingin rasanya asin. Proses pembuatan Intip Solo bisa dibilang rumit. Terlebih dahulu harus mengumpulkan kerak nasi yang melekat pada panci. Kerak nasi dapat dihasilkan apabila kita menanak nasi dengan cara tradisional. Yaitu menggunakan kétél, semacam panci tebal yang terbuat dari alumunium atau besi. Kerak nasi yang menempel di kendil dilepas kemudian di jemur sampai kering, baru digoreng. Cara menggorengnya pun ada teknik khusus. Intip harus terendam minyak supaya matang merata. Kalau tidak, intip akan gosong di bagian pinggir tetapi tengahnya belum matang alias banggak. Selain intip asli, ada juga Intip palsu alias buatan. Nasi kering yang dibentuk dibentuk mirip dasar periuk, bentuk bulat rapi, tidak mudah pecah, ditambah dengan bumbu bawang atau terasi. Kalau rasanya sih tidak segurih intip asli, namanya juga intip palsu … LoL. Intip Solo bisa ditemui di toko oleh-oleh di Pringgading, Pasar Klewer, dekat Pasar Jongke, toko oleh-oleh dekat Pasar Singosaren dan di depan toko roti Orion. Dipinggir jalan juga banyak yang jual. Harga Intip Solo berkisar Rp10.000 - hingga Rp20.000. Kalau ingin yang murah, beli aja yang remukan, cuma Rp. 2.500.


AMPYANG 
Ampyang yang nama lainnya gula kacang rasa jahe. Gula merah dilelehkan di atas wajan bersama parutan jahe. Setelah mencair kacang segera dimasukkan dan diaduk cepat. Kemudian dicetak di atas tampah beralas daun pisang. Untuk kacang tanahnya, sebelum diolah menjadi ampyang disangrai atau dipanggang dulu. Dagangan wajib bagi para penjual oleh-oleh. Harga yang ditawarkan sekitar Rp.7.000 – Rp. 15.000 per bungkus


BREM 
Bentuknya lingkaran, pipih, berwarna putih, kalau digigit rasanya lumer di mulut. Itulah brem khas Solo. Cemilan manis khas Solo yang terbuat dari air tape beras ketan dan kemudian dijemur ini masih banyak ditemui di berbagai tempat. Semua penjual oleh-oleh menyediakan cemilan ini, harganya sekitar Rp. 7000 – Rp. 10.000 per bungkus




BAKPIA 
Nama bekennya Bakpia Balong. Beda dengan Bakpia Pathuk yang dijual di Yogya, bakpia Solo ukurannya lebih besar, crunchy dan isinya kacang merah tumbuk. Harganya sekitar Rp.15.000 – Rp. 25.000. Banyak dijual di toko roti dan oleh-oleh.

KARAK
Karak adalah krupuk beras yang menjadi makanan wajib bagi warga kota Solo. Makanan ini terbuat dari nasi kenyal berbumbu yang diiris tipis, dijemur dan setelah kering digoreng. Rasanya gurih-gurih asin. Ada yang sudah matang dan ada yang masih mentah. Banyak ditemui di pasar Tradisional dan dijajakan keliling. Karak yang masih mentah ditawarkan antara Rp. 30.000 – Rp.50.000 per pak dan Karak Bratan yang sudah digoreng per kilonya Rp. 35.000. Kalau yang dijual keliling, beli 1000 juga boleh.


ROTI KECIK
Roti ini berbentuk silinder sebesar jari kelingking, ada juga yang berbentuk bola-bola kelereng. Rasanya enak dan juga unik. Berbahan dasar tepung ketan dan hanya Roti Ganep yang menjualnya sekaligus memiliki hak paten-nya. Bahan dasar dan resepnya saya tahu, cuma ada resep rahasia yang saya tidak tahu ... he he he. Meskipun bisa bikin, tetap aja ada rasa yang kurang. Lebih mantap si pemilik resep asli. Roti jadul yang menjadi ikon roti di Solo ini sudah tua banget umurnya. Banyak dijumpai di Swalayan, toko oleh-oleh dan juga di gerainya sendiri. Harga yang ditawarkan sekitar Rp. 10.000 – Rp. 45. 000 per bungkus


SERABI 
Serabi Solo tidak dihidangkan dengan kuah, varian rasanya pun hanya ada dua yaitu original dan coklat. Meskipun ada yang diberi taburan nangka dan pisang. Jajanan yang terbuat dari adonan tepung beras dan santan ini banyak diminati oleh warga Solo dan juga wisatawan dari luar kota. Serabi paling terkenal Serabi Notosuman dulunya jualan jam 3 pagi dan yang mau beli antrenya panjang bahkan bisa sampai kehabisan. Serabi ini pun dulunya hanya jualan pagi aja. Namun lagi-lagi perubahan zaman membuat hal-hal yang sifatnya tradisional menjadi tergusur. Serabi nggak lagi dimakan pagi hari sebagai sarapan tetapi juga siang, sore sebagai kudapan. Tapi kalau penjual yang lain masih sama seperti dulu, bertebaran di pagi hari. Banyak ditemui di penjual makanan, dipinggir jalan Slamet Riyadi, HIK dan toko roti. Harga satuan yang ditawarkan sekitar Rp. 1000 – Rp. 3000

CARANG GESING 
Carang Gesing Solo adalah kudapan yang terbuat dari bahan utama pisang, berkuah manis, dan secara tradisional dibungkus dengan daun pisang. Pisang dipotong-potong tipis, dimasukkan ke dalam daun pisang, dibubuhi santan yang dicampur dengan daun pandan, kuning telur, gula, dan garam. Lalu dikukus sampai matang. Banyak dijumpai di warung makan dan pasar tradisional. Harga yang ditawarkan antara Rp. 1000 - Rp. 3000 per bungkus

SOSIS SOLO 
Isinya daging sapi cincang atau ayam yang dibumbui hingga beraroma gurih. Kulitnya adalah telur dadar lembut dan dikukus. Ada juga yang digoreng. Banyak ditemui diseluruh penjuru kota. Resepnya pernah saya share juga. Harga yang ditawarkan sekitar Rp. 1.500 – Rp. 3.500 per buah


KUE LEKKER
Prancis boleh punya crepes sebagai ikon kulinernya, tapi Solo juga punya kue leker yang tidak kalah rasanya. Di Solo, Anda akan menjumpai banyak pedagang yang menjajakan kue leker. Kata leker berasal dari bahasa belanda yang berarti enak … Hell lekker. Kue leker merupakan kue sejenis panekuk yang adonanya terbuat dari bahan baku tepung terigu, telur ayam, gula pasir, gula Jawa dan perasa vanili. Diatas permukaan leker biasanya ditaburi gula, coklat, pisang, keju atau susu. Kue leker memang mirip crepes namun kue leker lebih lembut di dalam dan crunchy dipinggirannya. Harga yang ditawarkan sekitar Rp.1500 - Rp.4000.




TAHOEK
Tahoek adalah salah satu varian kembang tahu yang populer di Solo. Makanan yang konon berasal dari Cina ini dibuat dengan ampas kedelai yang menggumpal seperti agar-agar lembek, kemudian disiram dengan kuah gula dan jahe yang terasa hangat dan nyaman di perut. Pedagang tahoek dapat dijumpai di utara kretek gantung, lodji wetan dan timur pasar gede.





DAWET TELASIH
Dawet ini isinya santan kelapa, cendol dari tepung beras, ketan hitam, bubur sumsum dan telasih yang disiram dengan sirup dari gula pasir yang berwarna bening. Dawet ini ada di Pasar Gede Hardjonagoro di pagi hari sampai siang hari. Yang enak Dawet Telasih Bu Dermi. Selain di pasar Gede, ada juga yang mangkal di pinggir kali, persis di selatan tembok Hotel Sahid Jaya. Harga yang ditawarkan sekitar Rp. 5000 – Rp. 8000 per mangkok



ES PUTER
Es puter yang termasuk dalam jenis shorbet ini adalah salah satu kuliner tradisional Solo yang masih bertahan hingga sekarang. Pada masa lalu, es krim bukanlah minuman yang asing bagi orang yang tinggal di negara-negara Eropa. Lantaran orang Belanda menjajah Indonesia selama lebih dari tiga setengah abad, maka minuman dingin ini pun turut dibuat oleh para penjajah yang tinggal di Indonesia. Dulu, es krim ini hanya bisa dinikmati oleh orang Belanda, karena hanya mereka yang tahu resep pembuatannya. Namun lambat laun orang pribumi pun bisa membuat sendiri dan menciptakan es krim tradisional yang khas dan es krim tersebut adalah es puter. Es puter ini sering dijajakan dengan dorongan gerobak. Gerobak itu biasanya akan berhenti di depan sekolah, sebab anak-anak sekolah banyak yang menyukainya. Selain es krim blok, es puter menjadi dessert wajib di berbagai acara bagi seluruh penduduk Surakarta Hadiningrat. Harga yang ditawarkan sekitar Rp. 3000 – Rp. 5000 per gelas atau cup.


WEDANG RONDE 
Wedang Ronde adalah paduan budaya Jawa dan Tionghoa. Biasanya 10 hari setelah perayaan Imlek ada yang namanya Festival Ronde. Kalau Wedang Ronde yang udah berakulturasi ini menggunakan jahe racikan. Ronde adalah campuran tepung beras dan gula merah yang kemudian dibentuk bulat-bulat. Di bagian dalamnya, diberi isi kacang tanah yang sudah dihancurkan. Ronde pada wedang ronde berukuran lebih besar dan jumlahnya lebih sedikit dari yang terdapat pada wedang dongo. Kuah jahenya bening dan ada tambahan isi seperti kacang tanah, kolang-kaling iris dan ada potongan roti tawar. Banyak ditemui disetiap sudut kota dimalam hari, harga yang ditawarkan Rp. 5000 aja.


WEDANG DONGO 
Ini merupakan salah satu minuman yang sangat mudah Anda jumpai ketika berkunjung ke Kota Solo. Dahulunya merupakan minuman khusus keluarga kerajaan. Tapi kemudian, seiring berjalannya waktu, minuman ini merakyat dan dapat dinikmati masyarakat luas. Melihatnya sekilas, sulit membedakan antara minuman ini dengan wedang ronde, isinya hampir sama, ada kacang tanah kupas dan kolang-kaling. Perbedaan antara wedang ronde dengan wedang dongo ada pada ukuran serta jumlah ronde yang disajikan, berapa ronde … LoL. Perbedaan lainnya, wedang dongo kuah jahenya lebih coklat dan rasanya lebih kuat. Harganya sekitar Rp. 5000 – Rp. 8000

GEMPOL PLERED
Sajian manis bernama lucu ini dibuat dari tepung beras kasar yang dibentuk menyerupai bola-bola kecil, ini untuk gempolnya. Sedangkan plered-nya, dadar tepung yang berwarna coklat dan disobek kecil-kecil. Bola-bola dan dadar sobek ini lalu disiram kuah santan dan gula kelapa. Gempol Plered bisa di jumpai di warung es, depan toko Abon Varia, Coyudan dan pasar tradisional. Makanan ini juga dijajakan oleh pedagang keliling di Solo. Harganya sekitar Rp. 2.500 – Rp. 5.000

WEDANG ASLÉ
Minuman tradisional tak hanya enak dinikmati tetapi juga selalu menghadirkan rasa kangen. Di antaranya adalah wedang asle yang bisa ditemukan di Solo. Meski berlabel wedang, minuman ini tidak disajikan dalam gelas melainkan dengan mangkuk kecil. Cara minumnya pun disendok menggunakan sendok bebek ( sendok pipih ). Wedang asle terbuat dari ketan putih yang berasa sedikit manis, potongan agar-agar, juga irisan roti tawar dan sirup gula pasir. Sebelum disajikan, pedagang akan mengguyur bahan-bahan tersebut dengan santan hangat yang gurih. Mudah ditemui setiap sudut kota, harganya sekitar Rp. 5000 - Rp.6000

WEDANG KACANG 
Ini sebetulnya sangat mirip dengan wedang kacang Shanghai yang bisa ditemui di Jakarta dan Bandung yaitu kacang tanah yang direbus hancur dengan gula dan sedikit sampai lunak dan jahe, sehingga mencapai konsistensi mirip bubur, lalu dimakan dengan cakwe. Tetapi, di Solo, wedang kacangnya dimakan dengan ketan kukus. Harganya sekitar Rp. 5000 – Rp. 8000

WEDANG JAHE GEPUK 
Bagi masyarakat Solo, Jawa Tengah, minuman wedang jahe gepuk sudah tidak asing lagi. Bagi Anda yang belum pernah mencoba, minuman ini patut menjadi rekomendasi. Minuman khas Solo ini akan terasa lebih nikmat jika diminum masih hangat. Tak heran jika minuman ini banyak dicari pada saat musim dingin. Sesuai dengan namanya, wedang jahe gepuk ini berasal dari bahan baku jahe yang dibakar dan digepuk atau ditumbuk pakai palu yang terbuat dari kayu. Wedang jahe ini biasanya diseduh menggunakan gula merah atau gula pasir, sereh dan daun jeruk. Jika Anda bosan dengan rasa jahe, Anda pun bisa mencoba dengan rasa yang baru. Karena minuman ini dapat dicampur dengan berbagai minuman lainya seperti susu, teh, kopi dan juga tape ketan. Harganya sekitar Rp. 3000 – Rp. 6000


TEH OPLOSAN 
Banyak cara untuk menikmati teh. Di Solo, kenikmatan teh hanya bisa ditemukan dari teh oplos. Secangkir teh tidak hanya terdiri dari satu merek, tapi dari berbagai merek teh. Itulah kenapa dinamakan teh oplos. Di Solo, mengoplos teh sudah menjadi budaya. Nge-blend atau mengoplos teh pun menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi warga Solo untuk menciptakan cita rasa teh oplos paling khas. Termasuk saya … he he he. Teh adalah persoalan cita ras sehingga setiap orang memiliki selera berbeda. Maka, teh oplos menjadi jalan keluarnya agar cita rasa mereka terpenuhi. 

Tidak seperti budaya teh di China, Jepang, dan Korea, cara meramu teh di Solo sangat sederhana dan menerabas aturan-aturan menyeduh teh. Di Jepang, misalnya, menyeduh teh sangat mempertimbangkan kehati-hatian seperti menjaga agar senyawa katekin, kafein serta asam amino keluar secara maksimal sehingga cita rasa dan aroma teh lebih terasa. Bahkan untuk menuangnya pun perlu teknik khusus dan ritual tersendiri agar tidak merusak cita rasa. Namun, dalam teh oplosan, tidak ada aturan seperti itu. Rebusan air mendidih dituangkan ke porong ( teko ) berisi teh, mendiamkan beberapa saat sebelum akhirnya menuangkan ke cangkir atau gelas dengan saringan. 

Umumnya, teh oplos dilakukan dengan mencampurkan tiga merek teh berbeda, meski tidak menutup kemungkinan mengkombinasikan empat atau lima merek. Itulah rahasianya mengapa resto, warung-warung HIK atau angkringan di Solo memiliki teh yang khas dan nikmat. Setiap warung atau resto memiliki racikan teh oplos sendiri yang tentu saja berbeda dengan teh oplos warung lain. Namun, meski berbeda racikan, dalam membuat teh oplos akan selalu mempertimbangkan unsur warna ( kental ), aroma (melati) dan rasa sepat atau pahit yang menjadi karakter teh oplos. Sebutannya Ginastel, akronim dari legi, panas dan kentel ( manis, panas dan kental ). Karena itu semua warung-warung wedangan di Solo bukan hanya sekadar menjual teh, tapi juga adu pamor soal kepiawaian membuat ramuan teh. Lebih tepatnya tentang kelihaian membuat teh oplosan. Maka, tak perlu heran jika cita rasa teh di berbagai warung di Solo tidak akan pernah sama. Harganya sekitar Rp. 1.500 – Rp. 2.500 per gelas.


SERBAT 
Minuman hangat bernama Wedang Serbat memang sangat cocok disajikan saat udara dingin. Sajian hangat ini menggunakan jahe, rempah dan gula merah sebagai bahan pemanisnya. Banyak ditemui di resto dan warung HIK. Kalau yang dijual di swalayan, biasanya dalam bentuk tablet dengan merk Serbat Jangkrik. Rp. 5000 per gelas dan Rp. 8000 – Rp. 15.000 per bungkus.



ES KRIM BLOK 
Es krim jadul ini buatan rumahan dengan rasa yang tak kalah enak dengan es krim modern yang diproduksi sekarang. Es krim ini biasanya ditemui di pesta pernikahan. Es krim home made ini dibuat dengan bahan-bahan pilihan dengan menggunakan resep otentik yang selalu dipertahankan sehingga terjaga kualitas rasanya. Tidak menggunakan bahan pengawet dan pewarna buatan. Hal ini terlihat dari warna es krim yang cenderung pucat dan tidak terlalu mencolok. Penggunaan bahan-bahan pilihan inilah yang membuat es krim ini tidak menyebabkan batuk. Jenisnya antara lain, es mandarin block. Dilihat bentuknya sekilas memang mirip dengan roti mandarin khas dari Kota Solo, yaitu potongan kue berbentuk kotak yang terdiri dua hingga tiga layer warna pada setiap potongnya. Selain mandarin block, ada lagi satu inovasi varian menu yang cukup tren sekarang ini, yaitu rainbow ice cream. Rainbow ice cream varian es krim dengan warna-warni beragam seperti pelangi. Baik mandarin block maupun rainbow ice cream memiliki sebuah kesamaan, yaitu sama-sama memiliki rasa vanila yang cukup mendominasi di setiap gigitannya. Dan satu-satunya gerai es krim jadul ini adalah es krim Tentrem. Es krim ini ada di Singosaren Plasa, Solo Grand Mal dan di tokonya sendiri yaitu di jalan Urip Sumoharjo. Soal harga jangan khawatir, es krim yang dijual di gerai ini memiliki harga yang cukup ramah di kantong. Mulai dari Rp 5.000 sampai Rp 11.000 setiap porsinya, cukup murah kan ?


HIK 
Ini yang paling dicari bagi orang luar kota yang berkunjung ke Solo. Kalau warga Solo mungkin sudah tak asing dengan warung HIK, Hidangan Istimewa Kampung. Barangkali, tanpa HIK tak akan ada denyut kehidupan Solo di malam hari. Dan hik memang hanya ada di Solo. Sebuah lembaga khas Solo yang tidak ada duanya di kota-kota lain. Di sana kita bisa mendengar gosip yang paling baru, berdebat tentang berbagai isu politik dan sosial. Sekedar mendengarkan suara pesinden diiringi sitar, atau pengamen jenis musik lainnya. Dan juga melihat orang lagi mojok alias pacaran … he he he.

Menurut cerita Ibu saya, dulu HIK adalah penjual wedang ( minuman panas ) dan jajanan maupun penganan yang cocok untuk mendampingi minuman panas itu. Di masa lalu, pedagang HIK ( hampir semuanya laki-laki ), memikul dagangannya menyusuri jalan-jalan sempit di kampung-kampung. Satu pikulan berisi dandang air panas yang terus dijaga mendidih. Di pikulan lain penuh jajanan, seperti: pisang goreng, pisang rebus, singkong goreng, lentho ( perkedel singkong dan kacang tholo ), klenyem ( singkong parut goreng ) dan banyak macam lainnya. Untuk menandai kehadirannya, si pedagang tiap sebentar meneriakkan kata … Hiiik ! 

Sekarang, penjaja hik seperti itu sudah hampir tidak ada lagi. kini mereka menempatkan dagangannya di atas dan di dalam sebuah gerobak, mendorong gerobak itu ke satu pojok kampung dan mangkal di sana menunggu pelanggannya. Konsep HIK juga sudah berubah lebih modern menjadi kafe wedangan. Para pedagang HIK ini biasanya muncul sejak senja hari dan terus berdagang hingga sekitar pukul tiga dinihari. Makanan yang disajikan pun semakin beraneka, mulai dari Sego Kucing, aneka sate tusuk, jajanan tradisional dan aneka minuman tradisional. Harga yang ditawarkan sekitar Rp. 2000 sampai Rp. 5000. Kantong nggak bakalan jebol meski nongkrong sampai pagi … LoL.

Itulah kurang lebihnya kuliner di Solo, kalau mau dicobain semua, sebulan juga belum kelar dan pastinya menambah berat badan. Kalau saya tulis semua théklé alias capek tangan saya .... he he he. Monggo, katuran pinarak dateng Solo ...